UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial;
b. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;
b. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;
c. bahwa sistem
pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d. bahwa Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan
perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat
: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1),
Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG
TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman.
3.
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
5.
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6.
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
7.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan.
8.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan.
9.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
10. Satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
11. Pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
12. Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
13. Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
14. Pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15. Pendidikan
jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi, dan media lain.
16. Pendidikan
berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17. Standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18. Wajib
belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara
Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
19. Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20. Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.
21. Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan.
22. Akreditasi
adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
23. Sumber daya
pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan
prasarana.
24. Dewan
pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat
yang peduli pendidikan.
25. Komite
sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan.
26. Warga negara
adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
27. Masyarakat
adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
28. Pemerintah
adalah Pemerintah Pusat.
29. Pemerintah
daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
30. Menteri
adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
(1) Pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan
sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan
sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah
terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak
mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara bertanggung
jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan
serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari anak usia wajib
belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan
Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak
mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama
sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
d. mendapatkan biaya
pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f.
menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing
dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik
berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk
menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung
biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan
dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Warga negara asing dapat
menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai hak dan
kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka
dan/atau melalui jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Pasal 16
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk
sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk
lain yang sederajat.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1) Pendidikan menengah
merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri
atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk
sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
(1) Pendidikan tinggi
merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi
diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1) Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan
tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan tinggi yang memenuhi
persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan
tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan
program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2) Perseorangan, organisasi, atau
penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar
akademik, profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau
vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan
berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan gelar akademik,
profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan
singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang
tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan
penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar akademik, profesi, atau
vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan
ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan mengenai gelar
akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah
tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh
penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau
profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja
sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku
kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki
otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat
memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan
berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 25
(1) Perguruan tinggi menetapkan
persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2) Lulusan perguruan tinggi yang
karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi
terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan
kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
`
(4) Satuan pendidikan nonformal
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan
bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan
hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja,
usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan
hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
(1) Pendidikan anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan
anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan
anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
(1) Pendidikan kedinasan merupakan
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen.
(2) Pendidikan kedinasan berfungsi
meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi
pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen.
(3) Pendidikan kedinasan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan
kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
(1) Pendidikan keagamaan
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk
agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk
pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang
sejenis.
(5) Ketentuan mengenai pendidikan
keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh
diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pendidikan jarak jauh
berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak
dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3) Pendidikan jarak jauh
diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh
sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan
sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus.
Pasal 32
(1) Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana
sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3) Bahasa asing dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung
kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang
berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungut biaya.
(3) Wajib belajar merupakan
tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai wajib
belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
(1) Standar nasional pendidikan
terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2) Standar nasional pendidikan
digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional
pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional
dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu
pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai standar
nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan
lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan
nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan
global; dan
j. persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai
pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan;
dan
j. muatan lokal.
(2) Kurikulum pendidikan tinggi
wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1) Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi
dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan
dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap
program studi.
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 39
(1) Tenaga kependidikan bertugas
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan
teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2) Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.
Pasal 40
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan
berhak memperoleh:
a. penghasilan dan jaminan
kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan
tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
e. kesempatan untuk
menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
(2) Pendidik dan tenaga kependidikan
berkewajiban:
a. menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c. memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.
Pasal 41
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan
dapat bekerja secara lintas daerah.
(2) Pengangkatan, penempatan, dan
penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang
mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu.
(4) Ketentuan mengenai pendidik
dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 42
(1) Pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan
formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang
terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 43
(1) Promosi dan penghargaan bagi
pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2) Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai promosi,
penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 44
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Penyelenggara pendidikan oleh
masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3) Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 45
(1) Setiap satuan pendidikan formal
dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Ketentuan mengenai penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 46
(1) Pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan mengenai tanggung
jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
(1) Sumber pendanaan pendidikan
ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai sumber
pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
(1) Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan
dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 49
(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Gaji guru dan dosen yang
diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
(3) Dana pendidikan dari
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk
hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dana pendidikan dari
Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian
dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50
(1) Pengelolaan sistem pendidikan
nasional merupakan tanggung jawab menteri.
(2) Pemerintah menentukan
kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu
pendidikan nasional.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
(4) Pemerintah daerah provinsi
melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga
kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah
kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(5) Pemerintah kabupaten/kota mengelola
pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal.
(6) Perguruan tinggi menentukan
kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(7) Ketentuan mengenai
pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengelolaan satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan
tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu,
dan evaluasi yang transparan.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
(1) Pengelolaan satuan pendidikan
nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Ketentuan mengenai pengelolaan
satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 53
(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan
kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana
secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Ketentuan tentang badan hukum
pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan
serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 55
(1) Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan
berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
(3) Dana penyelenggaraan
pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat,
Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis
masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain
secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(5) Ketentuan mengenai peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah/Madrasah
Pasal 56
(1) Masyarakat berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.
(2) Dewan pendidikan sebagai
lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(3) Komite sekolah/madrasah,
sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan
prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
(1) Evaluasi dilakukan dalam
rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal
untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 58
(1) Evaluasi hasil belajar peserta
didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan
pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan.
Pasal 59
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan.
(2) Masyarakat dan/atau organisasi
profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(3) Ketentuan mengenai evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
(1) Akreditasi dilakukan untuk
menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal
dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Akreditasi terhadap program
dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang
berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas
dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Ketentuan mengenai akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 61
(1) Sertifikat berbentuk ijazah
dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada
peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian
suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi
diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta
didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk
melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
(1) Setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau
pemerintah daerah.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh
izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem
evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.
(3) Pemerintah atau pemerintah
daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pendirian
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 63
Satuan pendidikan yang didirikan dan
diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain menggunakan
ketentuan undang-undang ini.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA
NEGARA LAIN
Pasal 64
Satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku
di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) Lembaga pendidikan asing yang
terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Lembaga pendidikan asing pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan
kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.
(3) Penyelenggaraan pendidikan
asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola warga
negara Indonesia.
(4) Kegiatan pendidikan yang
menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
(1) Pemerintah, pemerintah daerah,
dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas
penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas
publik.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1) Perseorangan, organisasi, atau
penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar
akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan tinggi
yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang
memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan jarak
jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 68
(1) Setiap orang yang membantu
memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau
vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan
pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan
ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang
diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan
gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari
perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang memperoleh
dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat
(1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
(1) Setiap orang yang menggunakan
ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang
terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan
sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 70
Lulusan yang karya ilmiah yang
digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana
dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 71
Penyelenggara satuan pendidikan yang
didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggaraan pendidikan yang pada
saat undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.
Pasal 73
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal yang
telah berjalan pada saat undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin.
Pasal 74
Semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
undang-undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
Semua peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan paling
lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.
Pasal 76
Pada saat mulai berlakunya undang-undang
ini, Undang-Undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan
Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2103) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juli 2003
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1989
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 2 TAHUN 1989
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua
satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk
mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat
dan kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan
dan kedalaman bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam
penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing,
mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar;
10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan
pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang
tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta
didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama;
11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan
nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan
tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
BAB III
HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN
HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang
sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tamatan
pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan
diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras,
kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan
kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
1. Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh
pendidikan luar biasa.
2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak
memperoleh perhatian khusus.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
SATUAN, JALUR DAN JENIS PENDIDIKAN
SATUAN, JALUR DAN JENIS PENDIDIKAN
Pasal 9
1. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan
yang berjenjang dan bersinambungan.
3. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus,
dan satuan pendidikan yang sejenis.
Pasal 10
1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
2. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
3. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan
bersinambungan.
4. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah
yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai moral dan keterampilan.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak
menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan,
pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan
pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang
diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan.
3. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
4. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan
untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
5. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan
kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai
suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus
tentang ajaran agama yang bersangkutan.
7. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada
penguasaan ilmu pengetahuan.
8. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada
kesiapan penerapan keahlian tertentu.
9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sampai dengan ayat 8
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
JENJANG PENDIDIKAN
JENJANG PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
1. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
2. Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat
diselenggarakan pendidikan prasekolah.
3. Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan,
dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 13
1. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan
serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup
dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan
untuk mengikuti pendidikan menengah.
2. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar
dan penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2. Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan
dasar atau pendidikan yang setara, sampai tamat.
3. Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 15
1. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan
pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam
dunia kerja atau pendidikan tinggi.
2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3. Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan
pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian.
2. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan
tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau
universitas.
3. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan
dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau
kesenian tertentu.
4. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
5. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
6. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas
yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok
disiplin ilmu yang sejenis.
7. Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas
yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah
disiplin ilmu tertentu.
8. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan
penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan
profesional.
2. Sekolah tinggi, institute dan universitas menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau profesional.
3. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1. Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan
profesional.
2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan
universitas.
3. Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan
universitas yang memenuhi persyaratan.
4. Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan profesional.
5. Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan
gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap
perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun
kebudayaan.
6. Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian,
perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1. Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan
oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau
sebutan yang bersangkutan.
2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan
dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam
bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik atau sebutan profesional yang diperoleh dari
perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana
diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam
bentuk singkatan.
Pasal 21
1. Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar
atau profesor.
2. Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan
atas kemampuan dan prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
3. Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru
besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada
perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta
otonomi keilmuan.
2. Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai
pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PESERTA DIDIK
PESERTA DIDIK
Pasal 23
1. Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak
kepada peserta didik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut
:
1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan
berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh
pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai
dengan persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi
sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang
hendak dimasuki;
5. memperoleh penuaian hasil belajarnya;
6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7. mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
1. Setiap peserta didik berkewajiban untuk :
a. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta
didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang
berlaku;
b. mematuhi semua peraturan yang berlaku;
c. menghormati tenaga kependidikan;
d. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan
keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan
belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuan masing-masing.
BAB VII
TENAGA KEPENDIDIKAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 27
1. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam
bidang pendidikan.
2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan,
penilik pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan,
laboran dan teknisi sumber belajar.
3. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas
utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru
dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang
bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berwawasan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 serta memiliki kualifikasi
sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya
diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1. Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga
negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu
mempunyai hak-hak berikut :
1. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a. tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri
memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi
pegawai negeri;
b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan
ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
c. tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari
badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang
bersangkutan;
2. memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
3. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya;
4. memperoleh penghargaan sesuai dengan darma baktinya;
5. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam
melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1. membina loyalitas pribadi dan peserta, didik terhadap ideologi negara Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;
4. meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa;
5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat,
bangsa dan negara.
Pasal 32
1. Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan
kemampuan dan prestasinya.
2. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
3. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan
yang bersangkutan..
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SUMBER DAYA PENDIDIKAN
SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh
Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
1. Buku pelajaran yang digunakan data pendidikan jalur pendidikan sekolah
disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2. Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan
oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
1. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan/perorangan yang
menyelenggarakan satuan pendidikan.
3. Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB IX
KURIKULUM
KURIKULUM
Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan
pendidikan.
Pasal 38
1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas
kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan
keadaan, serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang
bersangkutan.
2. Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri, atau
Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan
pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai
tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat :
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama; dan
c. pendidikan kewarganegaraan.
3. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan
pelajaran tentang :
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama;
c. pendidikan kewarganegaraan;
d. bahasa Indonesia;
e. membaca dan menulis;
f. matematika (termasuk berhitung);
g. pengantar sains dan teknologi;
h. ilmu bumi;
i. sejarah nasional dan sejarah umum;
j. kerajinan tangan dan kesenian;
k. pendidikan jasmarii dan kesehatan;
l. menggambar; serta
m. bahasa Inggris.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)diatur
oleh Menteri.
BAB X
HARI BELAJAR DAN LIBUR SEKOLAH
HARI BELAJAR DAN LIBUR SEKOLAH
Pasal 40
1. Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap
satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
2. Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat ketentuan hari raya nasional,
kepentingan pendidikan, kepentingan agama dan faktor musim.
3. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur
hari-hari liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2).
BAB XI
BAHASA PENGANTAR
BAHASA PENGANTAR
Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 42
1. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau
keterampilan tertentu.
2. Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan
dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
BAB XII
PENILAIAN
PENILAIAN
Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/
atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap
kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan keadaan.
Pasal 46
1. Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian
setiap satuan pendidikan secara berkala.
2. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara
terbuka.
BAB XIII
PERANSERTA MASYARAKAT
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 47
1. Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2. Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap
diindahkan.
3. Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
BADAN PERTIMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL
BADAN PERTIMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal 48
1. Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan
dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan
yang menyampaikan saran, nasehat, dan pemikiran lain sebagai bahan
pertimbangan.
2. Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan pengangkatan
anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
BAB XV
PENGELOLAAN
PENGELOLAAN
Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat dilakukan oloh badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
BAB XVI
PENGAWASAN
PENGAWASAN
Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan
perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara
satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang
ini.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54
1. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem
pendidikan nasional.
2. Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh
perwakilan negara asing khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak
termasuk sistem pendidikan nasional.
3. Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan
pendidikan yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional wajib menaati
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang
bersangkutan.
4. Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama
internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak asing di wilayah Republik
Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 55
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal
19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas)
bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
1. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal
19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikandan Pengajaran
di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun
1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari
Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 550), dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2361), Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang
Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional
Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada pada saat
diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 4 Tahun
1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara
Tahun 1950 Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu
tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
550), Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran
Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun
1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1989
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1989
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UMUM
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat
penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang
bersangkutan.
Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan
pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia untuk "melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia" serta "memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial" menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang dapat
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 ayat (2),
bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan oleh
Pemerintah sebagai "satu sistem pengajaran nasional". Sesuai dengan
judul bab yang bersangkutan, yaitu PENDIDIKAN, pengertian "satu sistem
pengajaran nasional" dalam Undang-undang ini diperluas menjadi "satu
sistem pendidikan nasional". Perluasan pengertian ini memungkinkan
Undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada pengajaran saja, melainkan
juga memperhatikan unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan
kepribadian manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa
Indonesia, suatu bangsa yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara
budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur,
sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor : II/MPR/ 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa).
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan pertama,
pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi
kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang
tangguh yang mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap
ajaran, paham dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Sehubungan
dengan itu, maka Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diberikan kepada peserta
didik sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan nasional.
Dengan landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai
usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terus-menerus dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat
penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan
terpadu : semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh
wilayah negara; menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan; dan terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan
nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang ini mengungkapkan
satu sistem yang :
a. berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan meningkatkan pendidikan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa);
b. merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai
tujuan nasional;
c. mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar
sekolah;
d. mengatur, bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3 (tiga) jenjang
utama, yang masing-masing terbagi pula dalam jenjang atau tingkatan;
e. mengatur, bahwa kurikulum, peserta didik dan tenaga kependidikan --
terutama guru, dosen atau tenaga pengajar -- merupakan tiga unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan belajar-mengajar;
f. mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan
kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi);
g. menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat, dan Pemerintah;
h. mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan masyarakat berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan
ukuran yang sama;
i. mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat memiliki kebebasan untuk menyelenggarakannya sesuai dengan ciri atau
kekhususan masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan Pancasila
sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi bangsa dan negara;
dan
j. memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat,
minat dan tujuan yang hendak dicapai serta memudahkannya menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan.
Sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap
warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh
sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan
membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan bahasa Indonesia, yang
diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setiap warga negara diharapkan mengetahui hak dan kewajiban pokoknya
sebagai warga negara serta memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan
diri sendiri, ikut serta dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, dan
memperkuat persatuan dan kesatuan serta upaya pembelaan negara. Pengetahuan dan
kemampuan ini harus dapat diperoleh dari sistem pendidikan nasional. Hal ini
dimaksudkan untuk memberi makna pada amanat Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII,
Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan, bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran".
Warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap manapun
dalam perjalanan hidupnya --pendidikan seumur hidup--, meskipun sebagai anggota
masyarakat ia tidak diharapkan untuk terus-menerus belajar tanpa mengabdikan
kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dapat
diperoleh, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar
sekolah.
Sistem pendidikan nasional memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya
kepada setiap warga negara, oleh karena itu dalam penerimaan seseorang sebagai
peserta didik tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama,
ras, suku, latar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali apabila
ada satuan atau kegiatan pendidikan yang memiliki kekhususan yang harus
diindahkan.
Pendidikan keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah
satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup.
Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang
mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan
dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Dalam rangka peningkatan peranserta keluarga, masyarakat dan Pemerintah
dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional, maka semua pihak perlu berusaha
untuk menciptakan suasana lingkungan yang mendukung terwujudnya tujuan
pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, maka pengadaan dan pendayagunaan
sumberdaya pendidikan, baik yang disediakan oleh Pemerintah maupun masyarakat
perlu dipertahankan fungsi sosialnya, dan tidak mengarah pada usaha mencari
keuntungan material.
Upaya peningkatan taraf dan mutu kehidupan bangsa dan pengembangan
kebudayaan nasional, yang diharapkan menaikkan harkat dan martabat manusia
Indonesia, diadakan terus-menerus, sehingga dengan sendirinya senantiasa menuntut
penyesuaian pendidikan pada kenyataan yang selalu berubah. Pendidikan juga
harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pengaturan dalam Undang-undang ini pada dasarnya dirumuskan secara umum,
agar supaya pengaturan yang lebih khusus, yang harus disesuaikan dengan keadaan
yang telah mengalami perubahan sebagaimana dimaksud di atas, dan bahkan harus
memperhitungkan kemungkinan tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia di masa yang akan datang, dilakukan melalui pengaturan yang lebih
mudah dibuat, diubah dan dicabut. Dalam hubungan inilah dibentuk Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional yang bertugas untuk memberi pertimbangan
kepada Menteri mengenai segala hal yang dipandang perlu dalam rangka perubahan,
perbaikan, dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan pendidikan nasional perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan tuntutan perkembangan pembangunan pendidikan nasional.
Undang-undang yang lama, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang
Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950
Nomor 550);Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550); Undang-undang Nomor
22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361); Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965
tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80);
Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan
Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) perlu dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku serta diganti dengan Undang-undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 3
Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan kemampuan, mutu dan martabat kehidupan manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan, keterbelakangan, dan kebodohan; memantapkan ketahanan nasional; serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an.
Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan kemampuan, mutu dan martabat kehidupan manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan, keterbelakangan, dan kebodohan; memantapkan ketahanan nasional; serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an.
Pasal 4
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 5
Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengaturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerataan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengaturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerataan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6
Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang diperlukan oleh setiap warga negara sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam membekali dirinya.
Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang diperlukan oleh setiap warga negara sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam membekali dirinya.
Pasal 7
Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didik tidak dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memiliki kekhususan. Misalnya, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan atas dasar kewanitaan dibenarkan untuk menerima hanya wanita sebagai peserta didik dan tidak menerima pria. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan agama tertentu dibenarkan untuk menerima hanya penganut agama yang bersangkutan.
Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didik tidak dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama, suku, ras, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memiliki kekhususan. Misalnya, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan atas dasar kewanitaan dibenarkan untuk menerima hanya wanita sebagai peserta didik dan tidak menerima pria. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan agama tertentu dibenarkan untuk menerima hanya penganut agama yang bersangkutan.
Pasal 8
Ayat 1 Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 9
Ayat 1 Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kursus, kelompok belajar, ataupun bentuk lain, baik yang menempati bangunan tertentu maupun yang tidak, seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kursus, kelompok belajar, ataupun bentuk lain, baik yang menempati bangunan tertentu maupun yang tidak, seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 10
Ayat 1 Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan melalui prasarana yang dilembagakan. Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik yang dilembagakan maupun tidak. Ciri-ciri yang membedakan pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah keluwesan pendidikan luar sekolah berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta didik, isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Keluarga merupakan pendidikan yang penting peranannya dalam upaya pendidikan umumnya. Pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri.
Ayat 1 Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan melalui prasarana yang dilembagakan. Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik yang dilembagakan maupun tidak. Ciri-ciri yang membedakan pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah keluwesan pendidikan luar sekolah berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta didik, isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Keluarga merupakan pendidikan yang penting peranannya dalam upaya pendidikan umumnya. Pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungannya sendiri.
Pasal 11
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.
Ayat 3 Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah.
Ayat 4 Ayat ini didasarkan atas kenyataan bahwa peserta didik yang dimaksud sesungguhnya memerlukan bantuan dan perhatian yang lebih banyak dalam pendidikan dan upaya belajar mereka daripada yang dapat diberikan oleh sekolah biasa. Pendidikan luar biasa diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.
Ayat 5 Pendidikan kedinasan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah jenjang pendidikan tinggi.
Ayat 6 Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan.
Ayat 7 Pendidikan akademik, yang juga dikenal sebagai pendidikan keilmuan, diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi. Istilah "akademik", dalam hal ini tidak terkait pada bentuk perguruan tinggi yang dikenal sebagai akademi.
Ayat 8 Pendidikan profesional, yang juga dikenal sebagai pendidikan keahlian diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi.
Ayat 9 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.
Ayat 3 Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah.
Ayat 4 Ayat ini didasarkan atas kenyataan bahwa peserta didik yang dimaksud sesungguhnya memerlukan bantuan dan perhatian yang lebih banyak dalam pendidikan dan upaya belajar mereka daripada yang dapat diberikan oleh sekolah biasa. Pendidikan luar biasa diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.
Ayat 5 Pendidikan kedinasan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah jenjang pendidikan tinggi.
Ayat 6 Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan.
Ayat 7 Pendidikan akademik, yang juga dikenal sebagai pendidikan keilmuan, diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi. Istilah "akademik", dalam hal ini tidak terkait pada bentuk perguruan tinggi yang dikenal sebagai akademi.
Ayat 8 Pendidikan profesional, yang juga dikenal sebagai pendidikan keahlian diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi.
Ayat 9 Cukup jelas
Pasal 12
Ayat 1 Pendidikan di jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran dan cara penyajian bahan pengajaran. Tidak semua jenis pendidikan pada jalur pendidikan sekolah harus dimulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.
Ayat 2 Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didik sebelum memasuki pendidikan dasar. Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Pendidikan di jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran dan cara penyajian bahan pengajaran. Tidak semua jenis pendidikan pada jalur pendidikan sekolah harus dimulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.
Ayat 2 Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didik sebelum memasuki pendidikan dasar. Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 13
Ayat 1 Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak dan kepribadian serta pemberian pengetahuan dan keterampilan dasar. Pendidikan dasar pada hakikatnya merupakan pendidikan yang memberikan kesanggupan pada peserta didik bagi perkembangan kehidupannya, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar. Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui pendidikan di sekolah termasuk yang merupakan pendidikan luar biasa dan/atau pendidikan di luar sekolah. Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat mengikuti pendidikan menengah.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak dan kepribadian serta pemberian pengetahuan dan keterampilan dasar. Pendidikan dasar pada hakikatnya merupakan pendidikan yang memberikan kesanggupan pada peserta didik bagi perkembangan kehidupannya, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar. Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui pendidikan di sekolah termasuk yang merupakan pendidikan luar biasa dan/atau pendidikan di luar sekolah. Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat mengikuti pendidikan menengah.
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 14
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Pendidikan yang setara dengan pendidikan dasar berkenaan dengan kemungkinan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang lingkup dan tarafnya sepadan dengan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Pendidikan yang setara dengan pendidikan dasar berkenaan dengan kemungkinan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang lingkup dan tarafnya sepadan dengan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah.
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 15
Ayat 1 Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3 (tiga) tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 1 Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3 (tiga) tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Pasal 16
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Cukup jelas
Ayat 6 Cukup jelas
Ayat 7 Cukup jelas
Ayat 8 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Cukup jelas
Ayat 6 Cukup jelas
Ayat 7 Cukup jelas
Ayat 8 Cukup jelas
Pasal 17
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 18
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar sekolah tinggi, institut dan universitas tidak dapat memberikan gelar sarjana, melainkan hanya sebutan profesional.
Ayat 3 Oleh karena pemberian gelar magister dan doktor memerlukan persyaratan tertentu, maka hanya sekolah tinggi, institut dan universitas yang telah memenuhi persyaratan yang dapat menyelenggarakan program dan memberikan gelar tersebut.
Ayat 4 Tidak semua pendidikan profesional diakhiri dengan pemberian sebutan profesional.
Ayat 5 Gelar doktor kehormatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia. Pemberian gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) disingkat Dr. (HC) diusulkan oleh senat fakultas dan dikukuhkan oleh senat institut atau universitas.
Ayat 6 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar sekolah tinggi, institut dan universitas tidak dapat memberikan gelar sarjana, melainkan hanya sebutan profesional.
Ayat 3 Oleh karena pemberian gelar magister dan doktor memerlukan persyaratan tertentu, maka hanya sekolah tinggi, institut dan universitas yang telah memenuhi persyaratan yang dapat menyelenggarakan program dan memberikan gelar tersebut.
Ayat 4 Tidak semua pendidikan profesional diakhiri dengan pemberian sebutan profesional.
Ayat 5 Gelar doktor kehormatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia. Pemberian gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) disingkat Dr. (HC) diusulkan oleh senat fakultas dan dikukuhkan oleh senat institut atau universitas.
Ayat 6 Cukup jelas
Pasal 19
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Dalam penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi tidak dibenarkan perubahan bentuk gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan, seperti penggantian gelar dan/atau sebutan yang diperoleh dengan gelar dan/atau sebutan atau singkatan gelar dan/ atau sebutan lulusan perguruan tinggi negeri lain.
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Dalam penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi tidak dibenarkan perubahan bentuk gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan, seperti penggantian gelar dan/atau sebutan yang diperoleh dengan gelar dan/atau sebutan atau singkatan gelar dan/ atau sebutan lulusan perguruan tinggi negeri lain.
Pasal 20
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 22
Ayat 1 Kebebasan akademik dimiliki oleh sivitas akademika yang terdiri atas staf akademik dan mahasiswa. Kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika untuk melakukan pengajaran ilmu kepada dan antara sesama warganya serta melakukan studi, penelitian, pembahasan, dan penerbitan ilmiah. Kebebasan mimbar akademik sebagai bagian dari kebebasan akademik merupakan hak dan tanggung jawab seseorang yang memiliki wewenang dan wibawa keilmuan guna mengutarakan pikiran dan pendapatnya dari mimbar akademik. Otonomi keilmuan pada hakikatnya berarti bahwa kegiatan keilmuan berpedoman pada norma keilmuan yang harus ditaati oleh para ilmuwan dan calon ilmuwan. Pengembangan perguruan tinggi diarahkan pada kemampuan menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yaitu kegiatan yang disebut Tridarma Perguruan Tinggi.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Kebebasan akademik dimiliki oleh sivitas akademika yang terdiri atas staf akademik dan mahasiswa. Kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika untuk melakukan pengajaran ilmu kepada dan antara sesama warganya serta melakukan studi, penelitian, pembahasan, dan penerbitan ilmiah. Kebebasan mimbar akademik sebagai bagian dari kebebasan akademik merupakan hak dan tanggung jawab seseorang yang memiliki wewenang dan wibawa keilmuan guna mengutarakan pikiran dan pendapatnya dari mimbar akademik. Otonomi keilmuan pada hakikatnya berarti bahwa kegiatan keilmuan berpedoman pada norma keilmuan yang harus ditaati oleh para ilmuwan dan calon ilmuwan. Pengembangan perguruan tinggi diarahkan pada kemampuan menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yaitu kegiatan yang disebut Tridarma Perguruan Tinggi.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 23
Ayat 1 Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didik. Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam-jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut pelajar, murid atau siswa dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didik. Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam-jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut pelajar, murid atau siswa dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25
Ayat 1 butir 1 Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan yang jumlahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik. Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Pemerintah, sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan. Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata memiliki kecerdasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan dari kewajiban tersebut. Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar tidak dibenarkan. butir 2 Cukup jelas butir 3 Cukup jelas butir 4 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 butir 1 Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan yang jumlahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik. Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggung jawab Pemerintah, sehingga peserta didik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan. Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata memiliki kecerdasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan dari kewajiban tersebut. Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar tidak dibenarkan. butir 2 Cukup jelas butir 3 Cukup jelas butir 4 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 26
Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia. Tetapi tidak diharapkan terus menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan melalui ujian persamaan atau ekstranci. Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan untuk menempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia. Tetapi tidak diharapkan terus menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan melalui ujian persamaan atau ekstranci. Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan untuk menempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 27
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah kepala sekolah, direktur, dekan, rektor. Termasuk tenaga pendidik adalah tutor dan fasilitator.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah kepala sekolah, direktur, dekan, rektor. Termasuk tenaga pendidik adalah tutor dan fasilitator.
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 28
Ayat 1 Kewenangan mengajar diberikan melalui surat pengangkatan seseorang sebagai tenaga pengajar pada satuan pendidikan tertentu oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang berlaku.
Ayat 2 Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 1 Kewenangan mengajar diberikan melalui surat pengangkatan seseorang sebagai tenaga pengajar pada satuan pendidikan tertentu oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang berlaku.
Ayat 2 Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Pasal 29
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 30
Tunjangan tambahan yang dimaksud dalam butir 1.b. adalah tunjangan di luar tunjangan yang diberikan atas dasar ketentuan umum yang berlaku bagi pegawai negeri dan diberikan bilamana Pemerintah menganggap perlu memberikan perlakuan khusus. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, tenaga pengajar yang berhasil memperoleh peningkatan kemampuan dan kewenangan profesional diberi penghargaan melalui kenaikan pangkat dengan kemungkinan pencapaian pangkat kepegawaian yang lebih tinggi dari pada pangkat kepala satuan pendidikan yang bersangkutan, atau melalui bentuk penghargaan yang lain.
Tunjangan tambahan yang dimaksud dalam butir 1.b. adalah tunjangan di luar tunjangan yang diberikan atas dasar ketentuan umum yang berlaku bagi pegawai negeri dan diberikan bilamana Pemerintah menganggap perlu memberikan perlakuan khusus. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, tenaga pengajar yang berhasil memperoleh peningkatan kemampuan dan kewenangan profesional diberi penghargaan melalui kenaikan pangkat dengan kemungkinan pencapaian pangkat kepegawaian yang lebih tinggi dari pada pangkat kepala satuan pendidikan yang bersangkutan, atau melalui bentuk penghargaan yang lain.
Pasal 31
butir 1 Cukup jelas butir 2 Cukup jelas butir 3 Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggung jawab termasuk keteladanan dalam menjalankan tugas. butir 4 Cukup jelas butir 5Cukup jelas
butir 1 Cukup jelas butir 2 Cukup jelas butir 3 Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggung jawab termasuk keteladanan dalam menjalankan tugas. butir 4 Cukup jelas butir 5Cukup jelas
Pasal 32
Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan, dan pengembangan tenaga kependidikan tersebut pada dasarnya dilakukan terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula melakukannya bagi kepentingan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan, dan pengembangan tenaga kependidikan tersebut pada dasarnya dilakukan terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula melakukannya bagi kepentingan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 33
Cukup jelas (lihat pula penjelasan Pasal 25)
Cukup jelas (lihat pula penjelasan Pasal 25)
Pasal 34
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 35
Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik bilamana para tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar yang bersangkutan. Salah satu sumber belajar yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan. Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratorium, bengkel dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran sumber belajar meliputi rumah sakit.
Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik bilamana para tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar yang bersangkutan. Salah satu sumber belajar yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan. Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratorium, bengkel dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran sumber belajar meliputi rumah sakit.
Pasal 36
Ayat 1 Meskipun pada dasarnya biaya penyelenggaraan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah, penjelasan Pasal 25 ayat (1) butir 1 tetap berlaku, terutama pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Meskipun pada dasarnya biaya penyelenggaraan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah, penjelasan Pasal 25 ayat (1) butir 1 tetap berlaku, terutama pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38
Ayat 1 Kurikulum yang dimaksud pada ayat ini terdapat pada jalur pendidikan sekolah maupun pada jalur pendidikan luar sekolah. Satuan pendidikan dapat menambah mata pelajaran yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan dan jiwa pendidikan nasional.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Kurikulum yang dimaksud pada ayat ini terdapat pada jalur pendidikan sekolah maupun pada jalur pendidikan luar sekolah. Satuan pendidikan dapat menambah mata pelajaran yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan dan jiwa pendidikan nasional.
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 39
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Pada jenjang pendidikan tinggi pendidikan pendahuluan bela negara diselenggarakan antara lain melalui pendidikan kewiraan.
Ayat 3 Sebutan-sebutan tersebut pada ayat (3) bukan nama mata pelajaran, melainkan sebutan yang mengacu pada pembentukan kepribadian dan unsur-unsur kemampuan yang diajarkan dan dikembangkan melalui pendidikan dasar. Lebih dari satu unsur tersebut dapat digabung dalam satu mata pelajaran atau sebaliknya, satu unsur dapat dibagi menjadi lebih dari satu mata pelajaran. Unsur-unsur kemampuan pada ayat (3) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa pendidikan dasar harus mencakup sekurang-kurangnya semua kemampuan tersebut.
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Pada jenjang pendidikan tinggi pendidikan pendahuluan bela negara diselenggarakan antara lain melalui pendidikan kewiraan.
Ayat 3 Sebutan-sebutan tersebut pada ayat (3) bukan nama mata pelajaran, melainkan sebutan yang mengacu pada pembentukan kepribadian dan unsur-unsur kemampuan yang diajarkan dan dikembangkan melalui pendidikan dasar. Lebih dari satu unsur tersebut dapat digabung dalam satu mata pelajaran atau sebaliknya, satu unsur dapat dibagi menjadi lebih dari satu mata pelajaran. Unsur-unsur kemampuan pada ayat (3) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa pendidikan dasar harus mencakup sekurang-kurangnya semua kemampuan tersebut.
Ayat 4 Cukup jelas
Pasal 40
Ketentuan hari belajar dan libur sekolah hanya berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Tahun pelajaran sekolah dimulai pada minggu ketiga bulan Juli.
Ketentuan hari belajar dan libur sekolah hanya berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Tahun pelajaran sekolah dimulai pada minggu ketiga bulan Juli.
Pasal 41
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 43
Penilaian kegiatan belajar-mengajar dilakukan untuk membantu perkembangan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian disertai dengan usaha bimbingan dan nasihat.
Penilaian kegiatan belajar-mengajar dilakukan untuk membantu perkembangan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian disertai dengan usaha bimbingan dan nasihat.
Pasal 44
Tujuan penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk mengetahui hasil belajar para peserta didik suatu jenis dan jenjang pendidikan tertentu dengan menggunakan ukuran yang ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya. Penilaian harus didasarkan atas kurikulum nasional. Hal ini juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan tentang mutu hasil pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan secara nasional. Ujian negara diselenggarakan untuk mengesahkan keberhasilan belajar peserta ujian sebagai hasil belajar yang telah memenuhi persyaratan yang dianggap berlaku oleh Pemerintah.
Tujuan penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk mengetahui hasil belajar para peserta didik suatu jenis dan jenjang pendidikan tertentu dengan menggunakan ukuran yang ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya. Penilaian harus didasarkan atas kurikulum nasional. Hal ini juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan tentang mutu hasil pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan secara nasional. Ujian negara diselenggarakan untuk mengesahkan keberhasilan belajar peserta ujian sebagai hasil belajar yang telah memenuhi persyaratan yang dianggap berlaku oleh Pemerintah.
Pasal 45
Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum yang bersangkutan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kegiatan penilaian ini merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum yang bersangkutan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kegiatan penilaian ini merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
Ayat 1 Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan, tenaga kependidikan, kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana, serta keadaan umum satuan pendidikan baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan yang diperlukan.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan, tenaga kependidikan, kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana, serta keadaan umum satuan pendidikan baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan yang diperlukan.
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 47
Ayat 1 Peran serta masyrakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam usaha menyelenggarakan pendidikan nasional. Masyarakat berperan serta seluas-luasnya dalam menyelenggarakan dan mengembangkan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Baik satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat berkedudukan sama dalam sistem pendidikan nasional.
Ayat 2 Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang berlatar belakang keagamaan, kebudayaan, dan sebagainya.
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 1 Peran serta masyrakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam usaha menyelenggarakan pendidikan nasional. Masyarakat berperan serta seluas-luasnya dalam menyelenggarakan dan mengembangkan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Baik satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat berkedudukan sama dalam sistem pendidikan nasional.
Ayat 2 Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang berlatar belakang keagamaan, kebudayaan, dan sebagainya.
Ayat 3 Cukup jelas
Pasal 48
Ayat 1 Badan yang dimaksud ini diharapkan menyalurkan aspirasi masyarakat umum serta kepentingan bangsa dan negara berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan kepada pengelola sistem pendidikan nasional. Oleh sebab itu, badan tersebut harus beranggotakan wakil-wakil golongan dalam masyarakat, pakar-pakar berkenaan dengan upaya penyelenggaraan pendidikan, bersama beberapa pejabat yang mewakili Pemerintah. Badan ini bersifat non struktural.
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Badan yang dimaksud ini diharapkan menyalurkan aspirasi masyarakat umum serta kepentingan bangsa dan negara berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan kepada pengelola sistem pendidikan nasional. Oleh sebab itu, badan tersebut harus beranggotakan wakil-wakil golongan dalam masyarakat, pakar-pakar berkenaan dengan upaya penyelenggaraan pendidikan, bersama beberapa pejabat yang mewakili Pemerintah. Badan ini bersifat non struktural.
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 51
Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang lazim disebut, perguruan swasta dilakukan oleh suatu badan yang bersifat sosial, sedangkan pengelolaan pendidikan jalur pendidikan luar sekolah dapat pula oleh perorangan.
Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang lazim disebut, perguruan swasta dilakukan oleh suatu badan yang bersifat sosial, sedangkan pengelolaan pendidikan jalur pendidikan luar sekolah dapat pula oleh perorangan.
Pasal 52
Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan nasional dan oleh sebab itu wajib mengetahui keadaan satuan dan kegiatan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Pengawasan lebih merupakan upaya untuk memberi bimbingan, binaan, dorongan, dan pengayoman bagi satuan pendidikan yang bersangkutan yang diharapkan terus-menerus dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun pelayanannya.
Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan nasional dan oleh sebab itu wajib mengetahui keadaan satuan dan kegiatan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Pengawasan lebih merupakan upaya untuk memberi bimbingan, binaan, dorongan, dan pengayoman bagi satuan pendidikan yang bersangkutan yang diharapkan terus-menerus dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun pelayanannya.
Pasal 53
Tindakan administratif berwujud pemberian peringatan sebagai tindakan yang paling ringan dan perintah penutupan satuan pendidikan yang bersangkutan sebagai tindakan yang paling berat.
Tindakan administratif berwujud pemberian peringatan sebagai tindakan yang paling ringan dan perintah penutupan satuan pendidikan yang bersangkutan sebagai tindakan yang paling berat.
Pasal 54
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 3 Cukup jelas
Ayat 4 Cukup jelas
Ayat 5 Cukup jelas
Pasal 55
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Ayat 1 Cukup jelas
Ayat 2 Cukup jelas
Pasal 56
Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 29 ayat (1) hanya dikenakan bagi warga negara.
Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 29 ayat (1) hanya dikenakan bagi warga negara.
Pasal 57
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jela
Cukup jela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar